Jakarta – Derita rugi yang masih membebani keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) di semester pertama tahun ini, rupanya memberikan dampak signifikan terhadap rating perseroan. Pasalnya, Fitch Rating sebagai lembaga pemeringkat internasional memberikan sinyal lampu merah bagi emiten plat merah bidang maskapai penerbangan ini.
Bahkan Fitch Rating memperkirakan, kinerja keuangan PT Garuda Indonesia Tbk dua sampai tiga tahun kedepan masih tetap lemah. Kendatipun demikian, Fitch masih menyematkan Outlook Stabil atas peringkat Garuda ini didukung oleh pandangan Fitch bahwa meskipun posisi likuiditas Garuda lemah, perusahaan akan dapat menjaga posisi likuiditas yang cukup dalam waktu 12 bulan ke depan untuk mencukupi utang jangka pendek. Informasi tersebut disampaikan perseroan dalam siaran persnya di Jakarta, kemarin.
Selain itu, Fitch memprediksi kinerja Garuda akan membaik di triwulan III-2014, dibantu oleh peningkatan volume perjalanan di triwulan tersebut dan surcharge bahan bakar yang akan mulai memberi dampak yang lebih besar terhadap tingkat keuntungan.
Disamping itu, Fitch juga memandang positif rencana perusahaan untuk mengurangi belanja modal tahun 2014 sebesar US$ 54 juta untuk memperbaiki posisi likuiditas. Kemudian fokus Garuda pada rute internasional dengan tingkat keuntungan yang tinggi, seperti Jeddah dan Amsterdam, dan menghentikan rute yang tidak menguntungkan seperti rute Jakarta-Taipei mulai 1 Agustus 2014, dinilai akan membantu memperbaiki keuntungan.
Oleh karena itu, menurut Fitch, strategi ini penting dilakukan terutama karena rute internasional Garuda juga terpengaruh oleh gejolak politik di Thailand, di mana penerbangan ke Bangkok merupakan salah satu rute yang menguntungkan. Asal tahu saja, PT Garuda Indonesia Airlines Tbk membukukan rugi hingga Rp 2,1 triliun di paruh pertama 2014.
Disebutkan, Garuda melaporkan rugi bersih US$ 211 juta pada periode enam bulan pertama di tahun 2014, dibandingkan dengan rugi bersih sebesar US$ 11 juta satu tahun yang lalu. Kerugian terjadi akibat selisih nilai tukar dari biaya operasional dan penjualan, peningkatan beban operasional, dan peningkatan kompetisi dari rute internasional.
Terus mengangkasanya kerugian Garuda, memaksa perseroan melakukan pembenahan dan melakukan terobosan dengan meningkatkan efisiensi berupa menutup rute-rute penerbangan yang merugi dan mengevaluasi rute reguler. Selain itu, perseroan juga mengurangi belanja modal (Capex) pada tahun ini hingga US$ 54 juta.
Tidak hanya itu, perseroan terus melakukan pelunasan utang, diantaranya telah membayar pinjaman Export Credit Agency (ECA) sebesar US$ 62juta sehingga penjaminan atas 6 buah pesawat juga telah dilepaskan. Tercatat di akhir Maret 2014, Garuda memiliki aset yang tidak dijaminkan sebesar US$ 602 juta.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, Emirsyah Satar pernah bilang, untuk menekan efisiensi dan belanja modal, perseroan mengurangi pengiriman pesawat yang dijadwalkan setelah 2015 dan menghentikan operasional pesawat tua yang boros bahan bakar, “Selama semester pertama tahun ini, belanja modal turun menjadi US$ 136 juta dari US$ 321 juta satu tahun yang lalu,”ungkapnya.
Sebagai informasi, Garuda Indonesia berhasil meningkatkan market share-nya di pasar domestik menjadi 28,9%, dibanding periode yang sama tahun lalu yang sebesar 28%. Tercatat, pada priode Januari-April 2014, pasar penumpang pesawat udara domestik Garuda mengalami pertumbuhan sebesar 5%, jauh lebih baik dibandingkan maskapai lain yang rata-rata mengalami peningkatan kurang dari 1%. (bani)
sumber: http://www.neraca.co.id/article/43933/Tahun-Kedepan-Keuangan-Garuda-Masih-Rugi